Minggu, 13 Mei 2012

Arsyad' Makalah Peradilan Di Indonesia


PERADILAN DI INDONESIA

PERADILAN UMUM



NAMA-NAMA KELOMPOK  I :
1.      RUMIATUN MUIS
2.      MUHAMMAD ULWAN HASBI B. ARSYAD
3.      HANIFAH
4.      SASQIYAH ACHMAD. T
5.      SYAIFUL BETHAN

JURUSAN SYARI'AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
2011


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib, tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan untuk dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah " eigenrichting" (Sudikno Mertokusumo 1973).
Sekalipun peradilan Indonesia dewasa ini dasar hukumnya terdapat dalam UU no.14 tahun 1970. pasal 24 dan 25 UUD namun pada hakekatnya merupakan warisan dari zaman Hindia Belanda. Bagaimanakah sistem peradilan di Indonesia ini?
Pasal 24 ayat 1 UUD berbunyi: "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-­undang", sedangkan ayat 2 berbunyi: "susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang ". Pasal 25 UUD berbunyi: "Syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang". Dua pasal UUD itu masih memerlukan peraturan organik untuk melaksanakannya. Peraturan organik itu tertuang dalam Undang-undang no.14 tahun 1970. Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi, demikianlah bunyi pasal 10 ayat 2. Kemudian di dalam pasal 11 ayat 1 Undang-­undang no.14 tahun 1970 ditentukan bahwa organisatoris, administratif dan finansiil ada di bawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan, sedangkan ayat duanya berbunyi bahwa Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan sendiri. Kalau disimak maka UU no.14 tahun 1970 itu, kalau tidak boleh dikatakan bertentangan, tidak sinkhron dengan pasal 24 UUD.


  1. Rumusan Masalah

1.      Pengertian dan Dasar Peradilan Umum
2.      Sejarah Terbentuknya Peradilan Umum
3.      Ruang Lingkup Peradilan Umum
4.      Bagan struktur Peradilan Umum

  1. Tujuan Penulisan

1.      Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita dapat menambah wawasan kita tentang hal-hal yang berkaitan dengan Peradilan Umum, Sejarah Terbentuknya, Ruang Lingkup, serta Bagan Struktur dari Peradilan Umum di Indonesia,
2.      Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang telah di amanahkan dosen kepada kami.


  
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Peradilan dan Pengadilan

Istilah Peradilan dan Pengadilan adalah memiliki makna dan pengertian yang berbeda, perbedaannya adalah :
  1. Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam bahasa Belanda yang meksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.
  2. Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni “adil” yang memiliki pengertian:
a.       Proses mengadili.
b.      Upaya untuk mencari keadilan.
c.       Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan.
d.      Berdasar hukum yang berlaku.
  1. Pembaharuan Lembaga Peradilan
Reformasi hukum di bidang lembaga hukum menyeruakdalam penerapan system
peradilan satu atap di Indonesia yang melahirkan amandemen UUD 1945 yakni pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara.
Ke-empat lembaga peradilan tersebut berpuncak di Mahkamah Agung, baik dalam hal teknis yudisialnya maupun non teknis yudisialnya. Adapun strata ke-empat lembaga tersebut adalah :
a.       Lingkungan peradilan umum terdiri dari Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI.
b.      Lingkungan peradilan agama terdiri dari Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI. Adapun Pengadilan Agama yang ada di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasar Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2003 diubah menjadi Mahkamah Syar’iyyah, seadangkan Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh Darussalam diubah menjadi Mahkamah Syar’iyyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
c.       Lingkungan Peradilan militer terdiri dari Mahkamah Militer sebagai pengadilan tingkat pertama dan Mahkamah Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI.
d.      Lingkungan peradilan tata usaha Negara terdiri dari Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding dan berpuncak di MA-RI.
Adapun kewenangan absolut Mahkamah Syar’iyyah dan Mahkamah Syar’iyyah Provinsi adalah kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, ditambah dengan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam ibadah dan syi’ar Islam yang ditetapkan dalam Qanun. Kewenangan lain tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersediaan sumber daya manusia dalam kerangka system peradilan nasional. Mengenai kewenangan relatif Mahkamah Syar’iyyah adalah daerah hukum eks Pengadilan Agama yang bersangkutan, sedangkan kewenangan relatif Mahkamah Syar’iyyah Provinsi adalah daerah hukum eks Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh.
  1. Pengertian dan Dasar Peradilan Umum
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Peradilan umum juga merupakan salah satu lingkungan peradilan di luar peradilan agama, tata usaha negara dan peradilan militer. Landasan yang mengatur susunan dan kekuasaan peradilan umum adalah Undang-undang Nomor 8 tahun 2004. disebutkan dalam undang-undang tersebut bahwa peradilan umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (pasal 2).
Dalam pelaksanaannya, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum ini dilaksanakan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang keduanya berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi. “Didalam peradilan umum juga dapat diadakan pengkhususan pengadilan (diferensiasi/spesialisasi) misalnya pengadilan lalu lintas jalan, pengadilan anak, dan pengadilan ekonomi”. Hal ini juga terdapat dalam penjelasan pasal 8 undang-undang Nomor 8 tahun 2004 tentang Peradilan Umum.
Sebelumnya dikatakan bahwa pelaksanaan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilakukan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi,
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan umum meliputi:
1.      Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota 
a.       Susunan Pengadilan
Pengadilan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/ kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/ kota. Pembentukan pengadilan negeri baru dibentuk dengan Keputusan Presiden. Organisasi Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan Pengadilan Negeri yang terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris dan Jurusita, dimana Panitera Pengadilan merangkap sebagai seorang Sekretaris Pengadilan. 
b.      Kewenangan
o   Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama;
o   Pengadilan Negeri dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta;
o   Selain tugas dan kewenangan tersebut diatas, Pengadilan Negeri dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
2.      Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi
Advocat adalah pengacara yang diangkat oleh Menteri Kehakiman setelah mendapat nasihat dari Mahkamah Agung. Batas wilayah hukum tugas dari seorang advocat adalah seluruh propinsi di Indonesia.
Pengacara yaitu seseorang yang membantu penggugat maupun tergugat dan diangkat oleh Pengadilan Tinggi tertentu dan batas wilayah tugasnya hanya diperbolehkan dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi tersebut. Di samping itu ia boleh mengajukan perkara-perkara dan mewakili orang-orang yang mempunyai perkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat tidak saja di hadapan Pengadilan Tinggi tersebut, tetapi juga di hadapan semua Pengadilan Negeri yang berada dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi tersebut.
Permohonan untuk diangkat menjadi pengacara dapat diajukan oleh setiap orang yang berijazah sarjana hukum kepada Menteri Kehakiman melewati Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal pemohon, Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dan Mahkamah Agung, yang semuanya memberikan nasihat tentang permohonan tersebut. Oleh karena itu Menteri Kehakiman, setelah menerima berkas permohonan yang telah disertai nasihat dari Mahkamah Agung, akan mengirimkan berkas itu kepada Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dengan permintaan agar diambil ujian terhadap pemohon. Setelah lulus dari ujian, maka Menteri Kehakiman, setelah menerima laporan tentang hasil ujian itu, akan mengangkat pemohon sebagai pengacara. Pengacara yang telah diangkat itu mengangkat sumpah di hadapan Pengadilan Tinggi.
Konsultan hukum yaitu seseorang yang tidak harus memiliki ijin praktek sebagai advocat atau pengacara, tetapi ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyelesaian sengketa di bidang hukum. Pengetahuan yang cukup tidak ada kriteria yang tegas tetapi paling tidak seorang konsultan hukum harus mempunyai latar belakang pendidkan hukum dan pengalaman-pengalaman menyelesaikan sengketa hukum terutama di luar pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa seorang konsultan hukum hanya memberi nasehat.
Mengenai standard cost tidak terdapat patokan. Bagi para pencari hukum yang tidak mampu, ketua pengadilan dapat memerintahkan untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Untuk menentukan apakah seorang pencari keadilan berhak atas bantuan dengan cuma-cuma itu, diperlukan suatu pemeriksaan secara sumir oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal yang bersangkutan, yang oleh ketuanya dapat diserahkan kepada beberapa orang hakim pada pengadilan tersebut. Orang yang diberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bisa merupakan penggugat atau tergugat dalam perkara perdata ataupun seorang tertuduh dalam suatu perkara pidana.
Di samping itu terdapat juga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang juga memberikan bantuan kepada para pencari keadilan yang tidak mampu untuk mengambil seorang pengacara.
Peralihan ke Mahkamah Agung
2. Sejarah Terbentuknya  Peradilan di Indonesia
-         sejarah terbentuknya Pengadilan Negeri di Indonesia sangat panjang namun dalam makalah ini penulis membatasi penelitian pada masa sebelum pemerintahan Belanda. Pada masa tersebut tata hukum di Indonesia mendapatkan pengaruh dari hukum agama yaitu Hindu dan Islam serta hukum adat;
-         Pada  masa pemerintahan Belanda system pengadilan di Indonesia dibeda-bedakan berdasarkan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling),yaitu: golongan penduduk Eropa, golongan penduduk Timur Asing dan golongan penduduk Indonesia dengan peradilan yang berbeda-beda pula. Pada masa Jepang menghapuskan dualisme di dalam peradilan dengan Osamu Seirei 1944 No.2;
-         Setelah Indonesia merdeka barulah usaha-usaha untuk mengadakan unifikasi terhadap peradilan dapat terwujud dengan adanya  UU Darurat No.1 tahun 1951.
3. Ruang Lingkup  Peradilan Umum
Ada 4 lingkungan peradilan negara yang kesemuanya berpuncak pada Mahkamah Agung. Empat lingkungan peradilan itu dapat dibagi menjadi dua, yang bersifat umum, yaitu lingkungan peradilan umum (peradilan dengan general jurisdiction), dan yang bersifat khusus (peradilan dengan special jurisdiction), yaitu lingkungan peradilan agama, Iingkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara (pasal10 ayat 1 UU no.14 th 1970). Disebut sebagai peradilan umum karena peradilan umum ini diperuntukkan bagi semua warga masyarakat tanpa membedakan golongan atau agama. Di dalam peradilan umum masih dikenal spesialisasi seperti pengadilan ekonomi. Peradilan khusus disediakan untuk yustisiabele atau pencari keadilan yang khusus (beragama Islam, militer) atau yang menggunakan hukum materil khusus (hukum pidana militer, hukum Islam). Khas bagi peradilan agama terdapat pilihan hukum: orang Indonesia asli yang beragama Islam khususnya dalam pembagian warisan dapat memilih tunduk pada hukum adat yang menjadi wewenang peradilan urn urn atau hukum Islam yang menjadi wewenang peradilan agama.
Di samping 4 lingkungan peradilan negara seperti yang disebutkan dalam pasal 10 ayat 1 Undang-undang no.14 tahun 1970 sistem peradilan kita masih mengenal peradilan sui generis atau peradilan semu yang tidak diatur dalam Undang-undang no.14 tahun 1970. Dikatakan "semu" karena petugas yang diberi wewenang untuk memeriksa dan menyelesaikan konflik atau pelanggaran bukanlah petugas yang khusus diangkat untuk itu seperti hakim pada pengadilan negeri, akan tetapi mempunyai tugas rangkap. Termasuk peradilan semu ialah peradilan perburuhan (UU no.22 th 1957), peradilan perumahan (PP no.55 th 1981 jo. PP no.49 th 1963), peradilan pelayaran (Skp. Mphbl. No.Kab 4/3/24 jo. S 1949 no.103). Di samping badan-badan peradilan yang telah disebutkan masih dikenal juga arbitrase atau pewasitan. Kalau 4 peradilan negara itu berpuncak pada Mahkamah Agung, maka 3 peradilan semu yang telah dikemukakan di atas tidak berpuncak pad a Mahkamah Agung.
Hakim sebagai manusia tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan, sehingga putusan yang dijatuhkannya belum tentu cermat, tepat dan adil. Untuk mengantisipasi hal itu dan untuk memenuhi rasa keadilan maka peradilan dibagi menjadi dua tingkat, yaitu peradilan tingkat pertama (peradilan dengan original jurisdiction), yaitu peradilan dalam tingkat awal atau permulaan dan peradilan tingkat banding (peradilan dengan appellate jurisdiction), yaitu peradilan dalam tingkat pemeriksaan ulang. Oleh karena itu pada asasnya putusan yang telah dijatuhkan pada peradilan tingkat pertama yang belum tentu cermat, benar serta adil dimungkinkan untuk dimintakan keadilan kepada pengadilan yang lebih tinggi dalam tingkat banding. Semua lingkungan peradilan negara mengenal dua tingkatan perdilan itu, pada asasnya pembagian ini bersifat universal. Di dalam dua tingkatan peradilan itu diperiksa baik peristiwa maupun hukumnya. Jadi peradilan umum mengenal Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, peradilan agama, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, peradilan militer, Mahkamah Militer dan Mahkamah Militer Tinggi, sedangkan peradilan tata usaha negara atau administrasi, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Di dalam sistem peradilan Indonesia, seperti yang telah diketengahkan dimuka masih dikenal pemeriksaan kasasi yang pada umumnya tidak dianggap sebagai peradilan tingkat ketiga karena di tingkat kasasi di Mahkamah Agung tidak dipenksa ulang mengenai peristiwanya, tetapi hanyalah segi hukumnya saja. Pada asasnya putusan banding atau ulang dari peradilan tingkat banding dan semua Iingkungan peradilan negara dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
4.      Bagan Struktur Peradilan Umum
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 2004 pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa susunan Pengadilan Negeri terdiri dari :
  1.  Pimpinan Pengadilan Negeri.
Pimpinan Pengadilan Negeri terdiri dari seorang Ketua Pengadilan Negeri dan seorang Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Untuk dapat diangkat menjadi Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri, yang bersangkutan harus berpengalaman sebagai atau menjadi hakim di Pengadilan Negeri minimal 10 tahun. Mengenai pengangkatan dan pemberhentian ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri adalah menjadi wewenang Ketua Mahkamah Agung. 
  1. Hakim Anggota Pengadilan Negeri
Hakim Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul dari Ketua Mahkamah Agung. Seseorang dapat diangkat menjadi hakim Pengadilan Negeri apabila telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Menurut pasal 14 ayat (1) undang-undang nomor 8 tahun 2004 persyaratan yang dimaksud adalah :
a.      Warga Negara Indonesia.
b.      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
a.      Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.      Sarjana Hukum.
c.       Berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
d.      Sehat jasmani dan rohani;
e.       Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakukan tidak tercela; dan
f.        Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan seseorang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia.
  1. Panitera Pengadilan Negeri
Dalam pelaksanaan pengelolaan administrasi pengadilan, tugas panitera adalah menangani administrasi pengadilan khususnya administrasi yang bersifat teknis peradilan. Panitera ini dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa orang panitera pengganti serta beberapa juru sita.
Apabila untuk jabatan hakim pengangkatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh presiden atas usul dari Mahkamah Agung, untuk panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. Hal ini dinyatakan dala pasal 37 undang-undang nomor 8 tahun 2004.
  1. Sekretaris Pengadilan Negeri
Pada setiap pengadilan ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris dan dibantu oleh seorang wakil sekretaris. Di dalam pasal 45 undang-undang nomor 8 tahun 2004 tentang Peradilan Umum dinyatakan bahwa panitera pengadilan merangkap sekretaris Pengadilan.
Tugas dari pada sekretariat pengadilan adalah menangani administrasi umum di bidang kepegawaian, gaji, kepangkatan, peralatan kantor, dan sebagainya. Untuk menjadi sekretaris pengadilan harus memenuhi syarat yang sama dengan persyaratan untuk menjadi panitera. Seperti halnya panitera, wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Mahkamah Agung.
5. Juru Sita
Selain sekretaris, pada setiap Pengadilan Negeri juga ditetapkan adanya juru sita dan juru sita pengganti, Juru sita adalah seorang pejabat pengadilan yang ditugaskan melakukan panggilan-panggilan dan peringatan-peringatan atau ancaman-ancaman secara resmi (terhadap orang yang berutang atau yang telah dikalahkan dalam suatu perkara perdata dan juga melakukan penyitaan-penyitaan). 
Persyaratan untuk menjadi juru sita tergolong lebih rendah dibanding persyaratan untuk menjadi Hakim, Panitera, dan Sekretaris.


 







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Tidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di dalam masyarakat. Setiap negara mendambakan adanya ketenteraman dan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat, yang sekarang lebih populer disebut "stabilitas nasional'. Kepentingan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, karena selalu terancam oleh bahaya-bahaya disekelilingnya, memerlukan perlindungan dan harus dilindungi. Kepentingan manusia akan terlindungi apabila masyarakatnya tertib dan masyarakatnya akan tertib apabila terdapat keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Setiap saat keseimbangan tatanan dalam masyarakat dapat terganggu oleh bahaya-bahaya disekelilingnya.
Masyarakat berkepentingan bahwa keseimbangan yang terganggu itu dipulihkan kembali. Salah satu unsur untuk menciptakan atau memulihkan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat adalah penegakan hukum atau peradilan yang bebas/mandiri, adil dan konsisten dalam melaksanakan atau menerapkan peraturan hukum yang ada dan dalam menghadapi pelanggaran hukum, oleh suatu badan yang mandiri, yaitu pengadilan. Bebas/mandiri dalam mengadili dan bebas/mandiri dari campur tangan pihak ekstra yudisiil. Kebebasan pengadilan, hakim atau peradilan merupakan asas universal yang terdapat di mana-mana. Kebebasan peradilan merupakan dambaan setiap bangsa atau negara.
B.     Saran
Kepada pembaca yang budiman, kami penulis merasa bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan akan kebenannya, oleh karena itu bila ada yang benar kita ambil sebagai pelajaran untuk kita, dan yang kelirunya mohon dilengkapi.

DAFTAR PUSTAKA
  1. http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2041282-contoh-makalah-hukum-peradilan-umum/#ixzz1cTU3cfwW
  2. Sudikno Mertokusumo, 1973, Sejarah peradilan dan perundang-undangannya di Indonesia sejak 1942, PT Gunung Agung
3.      Amin, SM. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Cet.2. Djakarta: Pradnya Paramitha, 1971.
  1. http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2041282-contoh-makalah-hukum-peradilan-umum/#ixzz1cTU3cfwW
  2. http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2041292-contoh-makalah-peradilan-militer/#ixzz1cTTn5Ncz
6.      Selama Satu Setengah Abad di Indonesia (1840-1990)”, penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
  1. R.Tresna, “Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad”, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977.
8.      Sudikno Mertokusumo, “Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia sejak 1942 dan apakah kemanfaatannya bagi bangsa Indonesia”, Liberty, Yogjakarta, 1983.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar